Tuberkulosis (TBC) adalah musuh yang cerdas. Ia bergerak senyap, menyamar sebagai batuk biasa, dan menyerang di tempat kita paling lengah: di rumah, di tempat kerja, di tempat nongkrong, di komunitas bahkan saat kita tidur. TBC tidak begitu dihiraukan, karena tidak membuat jalanan retak atau gedung runtuh, namun perlahan menggerogoti paru-paru, masa depan, dan ekonomi keluarga. Selama ini, perjuangan melawan TBC seringkali terpusat di kota atau fasilitas kesehatan, meninggalkan desa sebagai titik rapuh yang paling rentan. Meski obatnya tersedia dan gratis, TBC masih menjadi salah satu pembunuh terbesar di Indonesia. Mengapa? Karena kita masih sering tutup mata dan kurang siaga. Untuk mengakhiri epidemi ini, kita tidak bisa hanya bergantung pada fasilitas kesehatan. Perlu ada pergeseran paradigma, di mana kesehatan menjadi urusan kolektif (bersama). Inilah saatnya meluncurkan Gerakan Masyarakat Buka Mata dan Siaga Tuberkulosis (GEMA) sebagai gerakan berbasis komunitas yang menjadikan setiap warga masyarakat sebagai garda terdepan dalam mencegah penularan dan menanggulangi TBC di di masyarakat.
Masyarakat Sadar TBC: Mengubah Ketidaktahuan Menjadi Kekuatan
Masyarakat dan desa tidak boleh buta terhadap TBC. Masyarakat dan desa harus sadar TBC, agar warga masyarakat memiliki pemahaman mendalam tentang penyakit ini – bukan sekadar tahu gejalanya – tetapi paham betul:
- TBC bisa disembuhkan: Hal ini untuk mengikis mitos bahwa TBC adalah vonis mati. Warga harus tahu bahwa pengobatan rutin selama 6 bulan adalah kunci kesembuhan total.
- Pentingnya deteksi dini: Batuk berkepanjangan lebih dari dua minggu bukanlah batuk biasa. Setiap warga harus termotivasi untuk segera mencari pertolongan medis dan menjalani tes dahak.
- Mengikis stigma: TBC menular melalui udara, bukan kutukan. Desa sadar dan siaga TBC adalah desa yang merangkul dan mendukung penderita, bukan mengucilkan mereka. Solidaritas adalah obat sosial yang paling ampuh.
Desa yang sadar dan siaga TBC, Kepala Desa dan perangkatnya menjadi motor penggerak, Kader Posyandu sebagai penyebar informasi vital, dan setiap ibu adalah pelopor kesehatan di keluarganya.
Desa Siaga TBC: Dari Kesadaran Menuju Aksi Nyata
Jika membuka mata adalah pondasi kesadaran, maka Desa Siaga TBC adalah perwujudan aksi. Desa Siaga sebagai ekosistem yang bergerak cepat, sistematis, dan solutif. Hal-hal yang dapat dilakukan adalah sebagal berikut:
- Sistem skrining aktif dari rumah ke rumah. Desa Siaga TBC tidak menunggu pasien datang. Mereka mencari. Desa harus membentuk kader TBC dan memfasilitasi pelatihannya agar secara rutin melakukan skrining aktif ke rumah-rumah untuk menjaring setiap warga yang memiliki gejala mengarah ke TBC. Ini merupakan langkah penting untuk menemukan kasus-kasus tersembunyi (missing cases) yang menjadi sumber penularan.
- Pengawas Minum Obat (PMO) yang Berdedikasi. Pengobatan TBC adalah maraton, bukan lari cepat. Desa Siaga menjamin setiap pasien memiliki Pengawas Minum Obat (PMO) yang setia, bisa dari anggota keluarga, kader, atau tokoh masyarakat. PMO menjadi kunci kepatuhan, memastikan pasien menelan obat setiap hari sampai tuntas, sehingga mencegah TBC Resistan Obat (TBC RO) agar tidak sulit diobati.
- Dana Desa untuk Kemanusiaan. Desa Siaga TBC memanfaatkan sumber daya yang ada. Berdasarkan Peraturan Menteri Desa, Daerah Tertinggal dan Transmigrasi tentang Pemanfaatan Dana Desa, dana desa tidak hanya membangun infrastruktur fisik, tetapi juga membangun kesehatan masyarakat. Dana ini bisa dialokasikan untuk:
- Bantuan gizi: Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk pasien kurang mampu agar kondisi fisik mereka kuat menjalani pengobatan.
- Insentif kader: Mendukung operasional kader TBC yang berjuang di garis depan.
- Penyuluhan berkelanjutan, untuk memastikan informasi kesehatan sampai ke seluruh pelosok desa.
Panggilan untuk Kepala Desa dan Warga
Para Kepala Desa dan warga agar menjadikan eliminasi TBC sebagai indikator keberhasilan kepemimpinannya. Otoritas Kepala Desa untuk memimpin kolaborasi antara Puskesmas, tenaga kesehatan di desa, kader, dan seluruh warga sangat diperlukan untuk keberhasilan penanggulangan dan eliminasi TBC di tingkat desa.
Warga desa seyogyanya menyadari bahwa TBC akan hilang jika kita bergerak bersama, tanpa perlu melakukan stigma.
Jangan biarkan batuk yang tak kunjung sembuh menjadi bom waktu di tengah komunitas Masyarakat. Dengan semangat gotong royong, mari kita ubah setiap rumah menjadi zona aman dan setiap desa menjadi benteng sehat yang bebas dari Tuberkulosis. Wujudkan Desa Sadar dan Siaga Tuberkulosis. Bersama, kita Eliminasi TBC sebelum 2030!
Oleh: Nugroho Kuncoro Yudho









