Tolak Tegas Iklan, Promosi, dan Sponsor Rokok

Oleh: Nugroho Kuncoro Yudho, S.IKom, MPH*

Judul tulisan ini merupakan terjemahan bebas dari kalimat ban tobacco advertising, promotion and sponsorship yang merupakan tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) Tahun 2013. HTTS selalu diperingati setiap tanggal 31 Mei sejak tahun 1988. Awalnya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) melalui resolusi yang dikeluarkan pada tahun 1987 menyerukan agar tanggal 7 April 1988 (bertepatan dengan Hari Kesehatan Sedunia) dijadikan momentum sebagai Hari Tidak Merokok Sedunia, dengan tujuan untuk mendesak para pecandu tembakau (perokok) agar berpuasa (tidak merokok) selama 24 jam, sebagai tindakan yang diharapkan dapat mendorong mereka untuk berusaha berhenti merokok. Namun, melalui resolusi WHO selanjutnya, peringatan HTTS dilakukan pada tanggal 31 Mei yang diperingati hingga sekarang.

Beberapa tahun terakhir, WHO memberikan perhatian terhadap remaja yang menjadi target industri rokok, disamping mengingatkan pengaruh besar industri rokok dalam pengambilan kebijakan di suatu Negara. Kekhawatiran WHO tersebut tercermin pada tema Hari Tanpa Tembakau Sedunia Tahun 2008 yang bertema Pemuda Tanpa Rokok. Bahkan Hari Tanpa Tembakau Sedunia Tahun 2012 bertema Stop Campur Tangan Industri Rokok.

Remaja, Sasaran Utama Industri Rokok

Suatu dokumen internal sebuah industri rokok sebagaimana dikutip Komisi Nasional Perlindungan Anak menyatakan bahwa remaja saat ini merupakan calon pelanggan tetap hari esok, karena mayoritas perokok mulai merokok ketika remaja. WHO juga menyatakan saat ini industri rokok berupaya meremajakan pasarnya yang sekarat, dengan cara mengganti para perokok dewasa yang sedang berusaha untuk berhenti merokok atau sedang menderita sakit dengan para remaja yang dijadikan perokok potensial. Hasil-hasil penelitian pun menunjukkan bahwa remaja yang semakin terpapar iklan rokok, akan semakin besar potensi mereka untuk merokok.

Industri rokok pun mengeluarkan anggaran triliunan rupiah untuk membuat iklan produknya di segala jenis media, baik elektronik (televisi, radio dan internet), media cetak (koran dan majalah), maupun media luar ruang (billboard/baliho, spanduk, umbul-umbul, poster, stiker-stiker) yang sengaja ditempatkan di lokasi strategis atau kawasan remaja agar dapat lebih menjangkau sasarannya. Industri rokok juga mensponsori berbagai even-even, terutama yang bersentuhan dengan remaja, seperti pagelaran musik, film, olahraga dan lain-lain. Bahkan, beberapa even memberikan produk rokok secara gratis yang dapat membangkitkan hasrat untuk merokok, terutama pecinta rokok gratis. Strategi pemasaran produk tembakau – terutama rokok – telah merambah dan memanfaatkan semua lini serta membidik berbagai hal yang menarik perhatian dan menjerat kaum muda (remaja) untuk menjadi perokok.

Iklan dan promosi yang dilakukan industri rokok dalam upaya mengeruk keuntungan yang lebih banyak lagi. Kalimat dunia periklanan menyatakan bahwa apabila anda sedang naik daun, tidak salahnya anda beriklan. Apabila anda dalam kondisi stagnan / stabil sebaiknya anda beriklan. Apabila anda dalam kondisi terpuruk, maka anda harus beriklan. Begitulah yang dilakukan industri rokok dalam segala kondisi, mereka gencar membuat iklan, melakukan promosi dan memberikan sponsor dalam upaya meningkatkan keuntungan dari penjualan produk rokoknya. Hal ini tidak disadari masyarakat – utamanya remaja – sehingga terjerat oleh iklan rokok yang sebenarnya tidak sepenuhnya benar, bahkan lebih mengedepankan aspek khayalan belaka agar orang yang melihat menjadi tertarik dan ikut serta menjadi perokok.

Tolak dan Tolak

Sampai hari ini, masih banyak perusahaan atau industri non rokok yang enggan dan tidak bersedia mensponsori even-even ataupun kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. Dampaknya adalah masyarakat menggantungkan pelaksanaan kegiatan kepada industri rokok. Bahkan tidak jarang kegiatan di suatu daerah yang bernuansa atau digagas oleh institusi kesehatan dan pendidikan disponsori oleh produk rokok. Sungguh ironis dan mengenaskan.

Institusi kesehatan dan pendidikan seharusnya menjadi teladan dalam melakukan penolakan terhadap sponsor rokok, bukan memberikan ruang gerak untuk produk rokok. Bahkan Undang-Undang tentang kesehatan dan Peraturan Pemerintah yang mengatur pengamanan rokok terhadap kesehatan menyatakan bahwa fasilitas kesehatan dan fasilitas pendidikan dituntut untuk menjadi kawasan tanpa rokok, yaitu suatu kawasan yang dilarang untuk tempat produksi, iklan, promosi, penjualan dan atau penggunaan produk rokok. Artinya bahwa tidak ada ruang gerak produk rokok di fasilitas kesehatan dan pendidikan.

Untuk mengurangi jumlah perokok dan jumlah penderita sakit akibat rokok di masa yang akan datang, maka dari hari ini masyarakat – terutama remaja – harus melakukan upaya penolakan untuk dijadikan target oleh industri rokok. Tanpa ada upaya serius, niscaya remaja tetap menjadi target utama produk rokok. Berbagai media digerojoki uang sebagai sarana iklan dan promosi produk rokok. Even-even pun menjadi ajang promosi rokok, bahkan dapat menjadi sarana remaja belajar merokok. Apabila masyarakat tidak bergerak, maka bersiaplah untuk menyambut ledakan jumlah perokok dan peningkatan kasus penyakit yang berhubungan dan diakibatkan oleh rokok.

Upaya yang dapat dilakukan dalam upaya melakukan penolakan terhadap kampanye rokok melalui iklan, promosi dan sponsor rokok adalah: (a) memberikan dukungan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengendalian Dampak Produk Tembakau Terhadap Kesehatan menjadi Undang-Undang; (b) mengadakan even dan kegiatan tanpa sponsor rokok; (c) menolak iklan, promosi dan sponsor rokok di masyarakat, terutama di lingkungan dan sekitar fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan dan di sekitar area remaja beraktifitas; (d) pemerintah menaikkan pajak produk dan pajak iklan rokok; (e) pemerintah harus mewajibkan industri rokok untuk memasang peringatan bahaya merokok terhadap kesehatan dalam bentuk tulisan dan gambar di bungkus rokok sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan; (f) pemerintah harus membagi hasil pajak rokok di daerah dengan perokok tertinggi dalam upaya kampanye anti rokok dan mengatasi penyakit akibat rokok; dan (g) pemerintah daerah harus membuat peraturan daerah tentang kawasan tanpa rokok dan sanksi yang diberikan terhadap pelanggarannya.

Kita tidak ingin saudara, anak dan keluarga kita menjadi pecandu rokok akibat iklan dan promosi serta sponsor yang dilakukan oleh rokok. Semua komponen masyarakat harus berperan serta dalam upaya melindungi masyarakat terhadap pengaruh iklan, promosi dan sponsor rokok. Tanpa keterlibatan seluruh komponen masyarakat, maka orang-orang – terutama remaja – yang terpapar iklan, promosi dan sponsor rokok akan dapat menjadi perokok. Padahal Undang-Undang Perlindungan Anak menjamin perlindungan anak terhadap segala sesuatu yang dapat mengancam keberlangsungan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, termasuk perlindungan terhadap iklan, promosi dan sponsor rokok. Sudah tiba waktunya masyarakat mengambil sikap terhadap iklan, promosi dan sponsor rokok yang dapat menjadikan generasi penerus bangsa sebagai pecandu rokok. Apabila kita tidak peduli dan tidak melakukan penolakan terhadap iklan, promosi dan sponsor rokok, maka bersiaplah negeri ini akan menjadi negara yang tertinggi jumlah perokoknya, karena saat ini Indonesia telah menjadi negara dengan perokok terbesar nomor 3 sedunia.

Walau agak terlambat, dengan semangat Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) 2013, mari kita tolak tegas iklan, promosi dan sponsor rokok. Semoga generasi muda kita tetap tegar terhadap pengaruh iklan, promosi dan sponsor rokok, sehingga mampu mengatasi pengaruh negatifnya.

*) Penulis adalah praktisi promosi kesehatan dan pemerhati masalah sosial masyarakat, berdomisili di Sampit, Kalimantan Tengah

 

 

Pos terkait